Anak Pertama Yang Selalu Dituntut Dewasa


Sebagai seorang anak pertama, terkadang jujur aku juga merasa terbebani. Bukan hanya karena harus menjadi contoh untuk adik-adiknya, tapi aku juga selalu dianggap mampu oleh orang tuaku dari dulu sampai sekarang.

Anak pertama terkesan selalu dituntut untuk mandiri bahkan diusianya yang sedini mungkin, apalagi ternyata kalau dia juga memiliki adik yang jaraknya cukup dekat. Tentu orang tua merasa anak pertama sebagai anak tertua diwajibkan bersikap mandiri, padahal mungkin dia juga belum siap menjadi dewasa tapi keadaan yang selalu menuntutnya untuk melakukan semuanya sendiri.

Namun, ternyata pengalaman kurang menyenangkan menjadi seorang anak pertama yang dibebani tanggung jawab pada diri sendiri yang begitu besar juga akhirnya kembali terulang di anak pertamaku. Padahal saat anak pertama lahir aku sudah berjanji bahwa aku tidak akan memaksanya menjadi dewasa dan aku tidak ingin selalu menyalahkannya atas apa yang terjadi pada adik-adiknya, ataua memberikannya tanggung jawab untuk menjadi kakak yang selalu mengalah. Namun pada akhirnya, Aku malah mengulang kesalahan yang sama.

Hal itu terjadi begitu saja tanpa pernah direncakan, pada akhirnya aku juga menuntut anakku yang pertama untuk bersikap dewasa dan selalu mengalah. Saat melihat foto-fotonya dulu aku merasa bahwa aku telah terlalu memaksanya bersikap mandiri dan dewasa diusianya yang sangat kecil.

Usia 5 tahun, dia sudah bisa ke toilet sendiri. Dia juga sudah bisa Pup dan cebok sendiri. Makan pun sudah sejak lama dia mandiri. Urusan pakai baju pun sama, sepertinya sejak masuk sekolah dasar dia juga mulai menyiapkan perlengkapannya sendiri.

Sebenarnya itu menjadi sebuah kebanggan tersendiri untukku, memiliki anak yang pintar, penurut dan juga hebat sepertinya. Namun entah kenapa terkadang aku sulit sekali memaklumi tingkah anak-anaknya yang masih sering manja, rewel bahkan cengeng karena hal-hal kecil. Aku selalu marah ketika dia menunjukkan sisi anak-anaknya, dan aku sadar bahwa aku salah.

Bagaimapun juga dia masih anak-anak, usianya bahkan masih 8 tahun. Terkadang karena melihat adiknya yang masih kecil aku menganggap dia sudah lebih dewasa dan seharusnya lebih mengerti. Aku selalu menuntunya menjadi anak yang sesuai dengan keinginan dan harapanku.

Ah, terkadang ketika aku sadar bahwa selama ini aku sudah terlalu memaksanya aku jadi merasa sangat bersalah. Padahal aku juga seorang anak pertama yang begitu terbebani dengan ekpektasi orang tua yang terlalu tinggi, tapi alih-alih memperbaiki. Aku malah mengulang kesalahan yang sama.


Untuk kakak,

Semoga jika suatu hari nanti kakak membaca tulisan ini. Bunda berharap kakak dalam keadaan sehat dan tidak kurang satu apapun. Bunda berdoa kakak diberikan keberkahan umur dan menjadi orang besar suatu hari nanti.

Semoga kakak selalu mencintai bunda sampai kapanpun. Dan semoga kakak mau memaafkan setiap kesalahan yang pernah bunda lakukan.

Bunda tidak akan membela diri untuk setiap kesalahan yang Bunda lakukan pada kakak, tapi Bunda hanya ingin kakak tau bahwa Bunda tidak pernah sedetikpun membenci kakak. Bunda selalu bangga atas apa yang kakak lakukan selama ini.

Bunda bangga punya anak sehebat kakak. I love you.

 

Bund, Jika memang kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki atau sekedar meminta maaf atas semua kekhilafan kita sebaiknya lakukan. Kita tidak pernah tau sedalam apa luka yang kita torehkan pada anak-anak selama ini. Meskipun mungkin dia terlihat masih kecil dan tidak mengerti apa-apa. Namun dalam otak dan hatinya tersimpan berjuta memori tentang kita dan perbuatan kita padanya, yang mungkin suatu hari nanti akan dikembalikan lagi pada kita.

Salam

---------------------------------------------
Terimakasih ya sudah membaca postingan aku. Jangan lupa follow juga sosial media  aku  untuk dapat banyak informasi menarik lainnya.


Instagram



Baca Juga